Kalibrasi memiliki
pengertian yang berbeda-
beda baik secara teoritis
maupun praktis. Bahkan
dalam obrolan santai
malah sering keluar agak jauh dari pengertian
sebenarnya. Kalibrasi
dianggap sama persis
dengan jasa refurbish,
dimana digambarkan
seorang nenek usia lanjut masuk ke black box lalu
gak lama kemudian
keluarlah cewek muda
cantik. Wah, kalau urusan
yang begini sih, orang
pada berduyun-duyun masuk jadi teknisi
kalibrasi.
Dalam keseharian
operasional kalibrasi
selama lebih dari sepuluh
tahun, saya juga sering mendapatkan bahwa
harapan kastamer adalah
menginginkan alat ukur
yang diorderkannya
(untuk jasa kalibrasi) pada
suatu Lab kalibrasi akan menjadi seperti baru lagi.
Bahkan ada yang pernah
bertanya kok alatnya
terlihat tidak diapa-
apakan, masuk lecek kok
keluar masih lecek. Ini kejadian nyata, yang
sempat membuat bos
saya memerintahkan
untuk mengelap bersih-
bersih alat ukur (bahkan
mencuci covernya jika bisa dilepas) setelah alat
ukur selesai dikalibrasi,
agar ada kesan (tangible)
bahwa alat ukur menjadi
“cewek muda cantik”
kembali. Bby the way, terlepas dari
kesibukan para teknisi Lab
untuk memberi sosialisasi
kepada kastamernya
(sekalian agar ada excuse
kalau alat ukurnya nggak bisa diadjust), ISO sudah
membuat definisi resmi
untuk kalibrasi ini agar
menjadi standar bagi
dunia metrologi secara
internasional. Menurut ISO/IEC Guide
17025:2005 dan
Vocabulary of
International Metrology
(VIM), kalibrasi adalah
kegiatan yang menghubungkan nilai
yang ditunjukkan oleh
instrumen ukur atau nilai
yang diwakili oleh bahan
ukur dengan nilai-nilai
yang sudah diketahui tingkat kebenarannya
(yang berkaitan dengan
besaran yang diukur). Nilai yang sudah diketahui
ini biasanya merujuk ke
suatu nilai dari kalibrator
atau standar, yang
tentunya harus memiliki
akurasi yang lebih tinggi daripada alat ukur yang
di-tes (biasa disebut unit
under test atau UUT). Ini
sesuai dengan salah satu
tujuan kalibrasi adalah
untuk mencapai ketertelusuran
pengukuran atau menjaga
agar traceability link ini
tidak putus. Jadi lugasnya begini,
misalnya saya akan
membandingkan
pembacaan tegangan 10 V
dari suatu multimeter
dengan pembacaan dari multimeter lain yang
memiliki nilai akurasi
yang lebih baik, nah itu
sudah bisa dikatakan
kalibrasi. Tentu ini juga
mengundang pertanyaan pertanyaan lain, misalnya
seberapa benar
keakuratan multimeter
kedua, dan bagaimana
keabsahan penilaian yang
diberikan. Siapa yang boleh melakukan
judgment penilaian
tersebut dan seterusnya,
tetapi untuk sekedar
memberi pengertian basic
saja tentang kalibrasi, definisi di atas sudah oke. Tetapi ada satu hal yang
menarik di sini, yaitu
dengan definisi ini maka
secara hukum per-ISO-an,
nampaknya suatu
adjustment (apalagi refurbishment) tidak
harus dilakukan. Jadi
hukum ini melindungi
suatu Lab jika ada
kastamer yang
“memaksa” Lab untuk melakukan adjustment
terhadap alat ukurnya.
Bagi Lab sebenarnya juga
tidak ada masalah, kalau
ada kastamer demikian
tinggal dibatalkan saja layanannya.
pengertian yang berbeda-
beda baik secara teoritis
maupun praktis. Bahkan
dalam obrolan santai
malah sering keluar agak jauh dari pengertian
sebenarnya. Kalibrasi
dianggap sama persis
dengan jasa refurbish,
dimana digambarkan
seorang nenek usia lanjut masuk ke black box lalu
gak lama kemudian
keluarlah cewek muda
cantik. Wah, kalau urusan
yang begini sih, orang
pada berduyun-duyun masuk jadi teknisi
kalibrasi.
Dalam keseharian
operasional kalibrasi
selama lebih dari sepuluh
tahun, saya juga sering mendapatkan bahwa
harapan kastamer adalah
menginginkan alat ukur
yang diorderkannya
(untuk jasa kalibrasi) pada
suatu Lab kalibrasi akan menjadi seperti baru lagi.
Bahkan ada yang pernah
bertanya kok alatnya
terlihat tidak diapa-
apakan, masuk lecek kok
keluar masih lecek. Ini kejadian nyata, yang
sempat membuat bos
saya memerintahkan
untuk mengelap bersih-
bersih alat ukur (bahkan
mencuci covernya jika bisa dilepas) setelah alat
ukur selesai dikalibrasi,
agar ada kesan (tangible)
bahwa alat ukur menjadi
“cewek muda cantik”
kembali. Bby the way, terlepas dari
kesibukan para teknisi Lab
untuk memberi sosialisasi
kepada kastamernya
(sekalian agar ada excuse
kalau alat ukurnya nggak bisa diadjust), ISO sudah
membuat definisi resmi
untuk kalibrasi ini agar
menjadi standar bagi
dunia metrologi secara
internasional. Menurut ISO/IEC Guide
17025:2005 dan
Vocabulary of
International Metrology
(VIM), kalibrasi adalah
kegiatan yang menghubungkan nilai
yang ditunjukkan oleh
instrumen ukur atau nilai
yang diwakili oleh bahan
ukur dengan nilai-nilai
yang sudah diketahui tingkat kebenarannya
(yang berkaitan dengan
besaran yang diukur). Nilai yang sudah diketahui
ini biasanya merujuk ke
suatu nilai dari kalibrator
atau standar, yang
tentunya harus memiliki
akurasi yang lebih tinggi daripada alat ukur yang
di-tes (biasa disebut unit
under test atau UUT). Ini
sesuai dengan salah satu
tujuan kalibrasi adalah
untuk mencapai ketertelusuran
pengukuran atau menjaga
agar traceability link ini
tidak putus. Jadi lugasnya begini,
misalnya saya akan
membandingkan
pembacaan tegangan 10 V
dari suatu multimeter
dengan pembacaan dari multimeter lain yang
memiliki nilai akurasi
yang lebih baik, nah itu
sudah bisa dikatakan
kalibrasi. Tentu ini juga
mengundang pertanyaan pertanyaan lain, misalnya
seberapa benar
keakuratan multimeter
kedua, dan bagaimana
keabsahan penilaian yang
diberikan. Siapa yang boleh melakukan
judgment penilaian
tersebut dan seterusnya,
tetapi untuk sekedar
memberi pengertian basic
saja tentang kalibrasi, definisi di atas sudah oke. Tetapi ada satu hal yang
menarik di sini, yaitu
dengan definisi ini maka
secara hukum per-ISO-an,
nampaknya suatu
adjustment (apalagi refurbishment) tidak
harus dilakukan. Jadi
hukum ini melindungi
suatu Lab jika ada
kastamer yang
“memaksa” Lab untuk melakukan adjustment
terhadap alat ukurnya.
Bagi Lab sebenarnya juga
tidak ada masalah, kalau
ada kastamer demikian
tinggal dibatalkan saja layanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar